Namaku Marisa, aku adalah
seorang gadis berusia 17 tahun yang tak pernah mengenal cinta. Aku dari SMA
memang tak ingin mengenal cinta. Bagiku, cinta itu penuh dengan kekerasan. Aku
melihat dengan mata kepalaku sendiri saat Ibuku dipukul dan ditampar oleh
Ayahku. Aku tak tau mengapa Ayahku memukul Ibuku. Ayahku memang keras kepala.
Pernah aku melindungi Ibuku saat ia sedang dipukul oleh Ayahku. Tetapi Ayahku
justru memukul aku. Laki-laki itu keras, laki-laki itu tidak punya perasaan,
laki-laki itu semena-mena. Itulah yang terus ada dipikiranku tentang laki-laki.
Alasan itulah yang membuat aku tidak percaya dengan cinta! Bukankah cinta itu
seharusnya bahagia tanpa ada luka? Entahlah...
Saat bulan telah menampakkan
dirinya, aku melihat Ibuku sedang menangis dikamrnya. Aku mengetuk pintu kamar
dan masuk ke kamar Ibuku. Aku mencoba bertanya kepada Ibuku mengapa akhir-akhir
aku SMP sikap ayah menjadi seperti itu. Tetapi Ibuku tidak memberi tahu
alasannya.
“Suatu hari kamu akan mengerti
dan paham mengapa sikap ayahmu jadi begitu Marissa.” Ujar Ibu.
“Kenapa Ibu tidak memberi tahuku
sekarang Bu? Risa sudah dewasa Bu, bukan anak kecil lagi.” Jawabku.
“Tapi Risa, Ibu tidak ingin menceritakan
alasannya karena Ibu tidak ingin kamu sedih dan memikirkan masalah Ibu dan Ayah
sehingga itu akan menganggu konsentrasi kuliahmu minggu depan. Bukannya kamu
senang minggu depan kamu ospek dan kemudian sudah resmi jadi mahasiswi di
universitas itu?” jawab Ibu sambil tersenyum kepadaku.
“Benar Bu, aku senang. Tapi jika
aku kuliah, siapa yang akan menjaga Ibu? Siapa yang melindungi Ibu jika Ibu
dipukul Ayah lagi? Siapa yang akan menghapus air mata Ibu? Aku tidak usah
kuliah Bu. Aku ingin menjaga Ibu disini karena aku sayang Ibu.” Jawabku sambil
menangis.
“Marissa anakku, Ibu tidak
apa-apa nak. Tidak usah memikirkan Ibu disini. Kamu harus tetap kuliah!
Bukankah masuk universitas itu adalah impianmu sejak SMA nak? Bukankah kamu
ingin sukses? Sekarang Ibu mau bertanya, apakah kamu ingin melihat Ibu bahagia?”
ujar Ibu.
“Tentu Bu, Marissa ingin membuat
Ibu bahagia.” Jawabku.
“Jika kamu ingin melihat Ibu
bahagia, kerjarlah cita-citamu Risa. Tetaplah kuliah. Jangan perdulikan Ibu
disini.” Jawab Ibu.
“Tapi Bu...” jawabku sambil
menangis.
“Sudah nak jangan menangis, Ibu
tidak apa-apa.” Jawab Ibu.
Kemudian aku memeluk Ibu dan
menangis dipelukannya. Hari demi hari berlalu. Tibalah saat ini untuk aku
berangkat ke Bandung. Ibu mengantarkanku ke stasiun. Perasaanku sangat sedih
karena harus meninggalkan Ibu sendirian dirumah. Tetapi aku harus ingat ucapan
Ibu bahwa jika aku sukses Ibu akan bahagia. Kereta api pun sudah berjalan
meninggalkan stasiun. Aku harus kuat berpisah dengan Ibu untuk meraih
cita-citaku dan demi masa depanku. Kemudian sesampainya di Bandung, aku
langsung menuju tempat kost’ku. Kebetulan saat melihat pengumumn penerimaan
mahasiswa-mahasiswi baru, aku langsung mencari tempat kos dekat kampusku.
Keesokan harinya, saat sang
mentari mulai menampakkan sinarnya, aku terbangun dalam tidurku yang lelah. Aku
harus berangkat ke kampus tepat waktu karena hari ini adalah hari pertama
ospek. Setibanya di kampus aku bertemu banyak teman baruku. Aku berkenalan
dengan seorang teman perempuan baruku. Ia bernama Mikaila. Ia sangat sopan dan
bersahabat dengan semua orang. Tutur katanya pun juga baik. Aku sangat senang
bertemu dan berteman dengan Kaila, begitulah panggilan akrabnya. Saat kita
sedang berbincang dan bercanda bersama, tiba-tiba senior-seniorku menyuruh kami
berkumpul dan ospek dimulai! Hari ini kujalani ospek dengan lancar. Tetapi saat
pulang, aku mungkin sial. Aku tidak sengaja bertabrakan dengan salah satu
seniorku. Dia terlihat sangat angkuh., walaupun wajahnya tampan dan
perawakannya tinggi besar. Aku mengucapkan maaf kepadanya tetapi ia langsung
pergi meninggalkanku tanpa membalas permintaan maafku. “Huh sungguh sombong dia!”
ucapku dalam hati.
Hari demi hari telah berlalu. Akhirnya
masa ospek selesai juga, untuk mengakhiri ospek, semua mahasisswa-mahasiswi
baru melepasakan balon ke udara. Sungguh indah pemandangan yang aku lihat saat
itu. Tiba-tiba senior yang bertabrakan denganku kemarin tersenyum manis
kepadaku. Sungguh aneh. Akupun membalas senyumannya. “Manis banget kakak
seniorku itu.” Ujarku dalam hati. Tiba-tiba aku ingat bahwa aku tidak mungkin
bisa berkenalan dengan dia karena aku takut.
Yang aku takutkan bukan karena
dia seniorku, bukan karena dia terlihat angkuh saat itu. Tetapi yang aku
takutkan jika aku sampai jatuh cinta kepadanya. Bukankah cinta memang awalnya
manis dan akhirnya ada luka? Tiba-tiba aku jadi teringat Ibuku. Sedang apa dia?
Apakah dia dipukul Ayahku lagi? Apakah dia menangis lagi? Apakah dia baik-baik
saja? Takut, cemas, khawatir selalu menghantuiku jika itu tentang Ibuku. Ibu
yang sangat berarti untukku.
Kuliahpun telah selesai. Saatnya
pulang ke kos dan beristirahat menenangkan pikiran. Saat aku sedang berjalan,
sepertinya ada seseorang yang menikutiku. Kemudian aku menengok kebelakang. Ternyata
dia adalah seniorku yang terlihat angkuh kemarin. Dia menyapaku dengan manis
dan aku menjawabnya dengan manis pula. Kita berkenalan satu sama lain. Namanya adalah
Billy. Setelah kita berbincang, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa kak Billy
orangnya baik dan tidak seangkuh saat pertama kai aku bertemunya. Dia orangnya
asik diajak ngobrol. Kemudian ia minta username line’ku. Akupun memberinya. Setelah
jalan bersama, kita berpisah dipertigaan. Rumahnya menuju ke arah timur
sedangkan aku ke arah barat. Dia adalah orang Bandug asli.
Satu bulan pun berlalu. Selama sat
bulan itu, kak Billy selalu mendekati
aku saat dikampus, selalu menghubungi aku, selalu memberi perhatian kepadaku. Kami
berteman sangat baik dan sangat asik. Terbesit satu pertanyaan di dalam hatiku.
“Apakah ini adalah awal dari cinta?”. Pertanyaan itulah yang ada di dalam hati
dan pikiranku. Aku takut jika Billy juga keras kepala seperti ayahku, tetapi
sepertinya tidak. Dan aku mencoba menghilangkan rasa takut pada cinta dalam
diriku. Aku menjalani hari-hariku terlebih dahulu dan melupakan rasa takut pada
cinta.
Hari ini tanggal 26 Oktober,
hari dimana 18 tahun yang lalu Ibu melahirkanku. Pukul 00.00 WIB tadi, Ibuku
sudah memberi ucapan dan doa kepadaku lewat telepon. Aku tidak berharap ada
yang spesial dihari ulangtahunku. Karena di hari-hari ulangtahunku sebelumnya
memang tiidak ada yang spesial. Paling hanya kejutan kecil dari
sahabat-sahabatku di SMA, tetapi sekarang kita berpisah jauh. Mulai menata
hidup dan masa depan masing-masing. Hari ini kak Billy mengajakku ke taman. Aku
tidak tahu ada apa kak Billy mengajakku ke taman. Tidak seperti biasanya..
Sesampainya ditaman kak Billy
meninggalkanku sebentar, katanya mau ke kamar kecil. Aku terkejut saat kak
Billy datang membawa kue ulang tahun yan bertulisan “Happy Birthday Marisa”. “Darimana
ia tahu aku berulangtahun hari ini?” ucapku dalam hati. Kemudian kak Billy menyanyikan
lagu sambil berman gitar. Ia juga membawa setangkai mawar putih dan kado entah
apa isinya karena belum aku buka saat ditaman. Ia juga berkata bahwa satu
tangkai mawar putih melambangkan satu cinta suci kak Billy bkepadaku. Lantas aku
bertanya kepada kak Billy apa maksud perkataannya tersebut. Lalu, kak Billy
menjawab.
“Marisa, aku sayang sama kamu. Dari
awal kita bertemu aku sudah merasa jika kamu adalah perempuan yang baik hati
walaupun dari raut wajahmu kamu terlihat cuek didepanku. Marisa, apakah kamu
mau menjadi kekasihku?”
“Tapi kak, sebenarnya aku takut
dengan cinta karena bagik cinta itu penuh dengan kekerasan seperti yang dialami
Ibuku.” Jawabku.
“Tenang Maria, aku berjanji aku
tidak akan menyakitimu, aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu. Kalau kamu
tidak percaya tataplah kedua mataku, Ris. Kamu akan melihat keseriusanku
disana.” Jawab Billy sambil memegang kedua bahuku.
“Iya kak aku percaya. Aku sebenarnya
juga sayang sama kamu walaupun baru sebulan kita berkenalan, tetapi aku merasa
nyaman ketika berada didekatmu.” Jawabku sambil tersenyum.
“Lalu bagaimana keputusanmu,
Ris?” jawab kak Billy.
“Iya kak aku mau menjadi kekasihmu.”
Jawabku sambil tersenyum bahagia.
Dihari spesialku, aku sangat
bahagia sekali. Billy telah merubah segalanya menjadi indah. Dan kini aku tau,
tidak semua cinta berakhir dengan luka. Aku merasakan bahagia yang sesungguhnya
bersama Billy.
Dan
kau hadir merubah segalanya menjadi lebih indah kau bawa cintaku setinggi
angkasa membuatku merasa sempurna.
-HAPPY
ENDING-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar